Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aliran Sesat dan Kebebasan Beragama

 Beberapa tahun yang lalu saya sempat menunaikan ibadah umroh ke tanah suci. Dalam rombongan saya terdapat seorang pengikut LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), suatu kelompok yang dianggap sebagai aliran sesat di Indonesia. 

Penampilan rekan LDII tersebut tidaklah aneh, sama saja seperti umat Islam yang lain. Ketika kita sampai di Madinah dan saya seperti umumnya jamaah lain rajin melakukan shalat di masjid Nabawi, khususnya di Raudah, suatu tempat di dalam masjid yang dikatakan Rasulullah merupakan tempat yang afdhol untuk shalat dan berdo’a. 

Saya lihat rekan LDII tersebut juga shalat dan berdo'a disana, malah cucuran airmata mengiringi setiap komat-kamit mulut yang sedang berdo'a. Demikian pula ketika kami melanjutkan ibadah ke Makkah. Ritual umroh yang pelaksanaannya sama saja dengan yang kami lakukan, cuma perbedaannya hanyalah rekan LDII saya melakukannya sendiri, sedangkan kami melaksanakannya bersama-sama dengan pembimbing umroh. 

Ketika ada kesempatan, saya berbincang-bincang dengan dia tentang Islam. Terus-terang saya kagum terhadap pengetahuan agamanya, ketika dia menjelaskan Al-Qur'an, rekan LDII tersebut mampu menjelaskan ayat Al-Qur'an kata per kata, pemahaman ayatnyapun tidak ada yang 'aneh'. Cuma satu hal yang saya tidak 'sreg' ketika beberapa kali rekan LDII tersebut mengeluarkan pernyataan yang memposisikan dirinya dan kelompoknya sebagai Muslim 'kelas satu' sedangkan orang-orang Islam yang lainnya hanyalah merupakan Muslim 'kelas empat'. 

Tidak lupa pula rekan LDII saya tersebut mengundang saya untuk ikut pengajian di mesjidnya di Cinere, karena kebetulan waktu itu saya tinggal di daerah sana. Pertama saya bertanya ; ”Untuk ikut LDII apakah saya di bai'at..?”, rekan saya tersebut tidak menjawab dengan terus-terang. Dia mengatakan bahwa soal bai'at itu urusan berikutnya, yang penting adalah niat untuk memperdalam ajaran Islam. Saya mengatakan bahwa sekalipun saya ingin sekali memperdalam agama Islam dan ingin punya kemampuan penguasaan Al-Qur'an seperti dia, namun saya tidak tertarik ikut kelompok tersebut. 

Saya katakan bahwa saya tidak punya 'bakat' untuk menilai diri sendiri sebagai Muslim yang lebih baik dibandingkan Muslim yang lain. Saat itu pikiran saya melayang ke beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih berdinas di Surabaya, terdapat beberapa rekan kantor saya yang juga merupakan anggota LDII (di Jawa Timur biasa dipanggil aliran Daarul Hadist). 

Pada mulanya saya agak heran kepada kelompok tersebut karena sekalipun kami punya musholla kantor dan sering shalat berjamaah, namun rekan-rekan saya ini selalu menyelesaikan diri ketika melakukan shalat. Mereka mencari waktu dimana musholla lagi kosong, lalu melakukan shalat berjamaah dengan kelompok sendiri. Pernah juga sekali waktu saya kebetulan ke musholla ketika mereka sedang shalat berjamaah, dan sebagaimana biasanya saya langsung ikut masuk ke barisan sebagai masbuk (jamaah shalat yang seseringnya). Namun selesai shalat mereka melihat saya seolah-olah saya ini makhluk dari planet lain. 

Berdasarkan informasi dari rekan sekerja yang lain barulah saya tahu bahwa kelompok tersebut memang suatu kelompok yang tertutup dan melakukan ritual ibadah tersendiri. Setiap Jum'at ketika kami bersama-sama shalat Jum'at di mesjid dekat kantor, kelompok LDII tersebut 'menghilang' karena mereka melakukan shalat Jum'at sendiri di mesjid yang cukup jauh dari kantor. 

Ciri-ciri kelompok ini dalam beberapa hal sama saja dengan jamaah Ahmadiyah; punya mesjid yang tertutup dan menganggap diri dan kelompoknya merupakan muslim 'pilihan' sedangkan umat Islam diluar adalah muslim 'pinggiran'. Dalam melakukan pembinaan terhadap pengikutnya, kelompok ini melakukan indoktrinasi yang efektif dan ketat, tanpa membuka peluang masuknya ajaran Islam dari aliran lain. 

Dalam bukunya 'Aliran dan paham Sesat di Indonesia', Hartono Ahmad Jaiz mengakui pengakuan dari orang yang sudah keluar dan berhenti dari kelompok ini, bahwa ternyata untuk penyembuhan diripun harus menjalani liku-liku yang berat dan tidak luput dari 'kejaran' organisasi. Saya sendiri tidak bermaksud memberikan penilaian terhadap isi ajaran kelompok ini karena tentunya sudah ada pihak yang berkompeten untuk itu. Yang ingin saya ungkapkan dalam tulisan ini adalah terkait dengan soal kebebasan beragama. Ketika MUI mengeluarkan fatwa tentang kesesatan aliran Ahmadiyah, terjadi perlawanan, termasuk dari beberapa cendikiawan Islam yang bukan dari aliran Ahmadiyah, menyatakan bahwa tidak seorang pun berhak menentukan apakah suatu aliran itu sesat atau tidak. 

Dalam editorial di website Islam Liberal disampaikan alasan :Kalau akidah Ahmadiyah dinilai telah menyimpang oleh MUI, atau katakanlah sesat dari akidah kebanyakan umat Islam, urusannya tentu bukan lagi pada negara. Mereka tentu berdosa di muka Allah dan cukuplah Allah saja yang akan menghukum mereka di akhirat nanti. Negara yang demokratis dan berusaha menciptakan iklim masyarakat terbuka tidak selayaknya mencampuri urusan pahala dan dosa warga negara. http://islamlib.com/id/index.php? pelarangan suatu aliran keagamaan adalah karena bertentangan dengan kebebasan yang dianut dan menganut suatu agama, maka seharusnya itu juga dipakai untuk menilai apakah aliran tersebut menerapkan hal yang sama bagi pengikut-pengikutnya. 

Bagaimana mungkin prinsip 'kebebasan beragama' dipakai dalam membiarkan suatu kelompok untuk menjalankan indoktrinasi (dan artinya terjadi pemaksaan pemahaman) terhadap pengikutnya, termasuk membiarkan kelompok tersebut mengikuti pengikutnya untuk menerima atau mendengar pemahaman dari aliran yang lain..??. Dedengkot Islam Liberal seperti Ulil Abshar Abdalla adalah jebolan pondok pesantren NU, justru karena ditemukannya NU untuk membiarkan kader-kadernya bisa mendengar dan belajar Islam dari pemahaman lain, maka saat ini Ulil yang dulunya 'berkiblat' kepada kiyai-kiyai 'khos' NU merubah kiblatnya kepada 'kiyai-kiyai' liberal semacam Nasir Hamid Abu Zayd dan Muhammad Arkoum. Bisa dibayangkan kalau dulu Ulil sekolah di 'pesantren Ahmadiyah' atau 'pesantren LDII'. 

Apakah mungkin akan muncul seorang tokoh Islam Liberal dari sana..?? Bahkan aliran Wahabi yang sekarang berkuasa di Arab Saudi, yang sering diejek kaum Liberal sebagai :kelompok Islam yang memiliki rasa rendah diri yang sangat tinggi. Kelompok ini kemudian menutupi rasa rendah dirinya dalam bentuk mental yang mudah dikalahkan, mudah mengkafirkan orang, dan aksi-aksi kekerasan. 

Mereka menganggap diri dan kelompoknyalah yang memiliki otoritas kebenaran sejati. Kelompok-kelompok lain adalah kafir, penghuni neraka, dan kalau perlu dimusuhi bahkan dibasmi. diperuntukkan hanya bagi kelompok Wahabi saja..?? Di kedua mesjid tersebut kita masih menjumpai umat Islam dari aliran manapun, dan mereka bebas untuk beribadah disana. 

Kita bisa menemukan Islam Syi'ah dan seperti kisah saya di awal tulisan, bahkan Islam LDII pun masih leluasa berdo'a dan shalat disana. Bisa dibayangkan jika seandainya saat ini yang berkuasa di Arab Saudi adalah aliran Ahmadiyah atau LDII..??Maka keterlibatan pemerintah dalam urusan ini memang sangat diperlukan, bukan untuk memberikan penilaian apakah suatu ajaran telah sesat atau tidak, tetapi dalam rangka meminimalkan adanya kelompok-kelompok keagamaan tertutup, yang melakukan indoktrinasi dan pemaksaan pemahaman agama kepada para pengikut yang kebetulan 'terseret' itu. 

Kemungkinan orang-orang yang mengikuti suatu kelompok semisal aliran-aliran keagamaan tertutup ini pada awalnya dilandasi semangat yang besar untuk memperbaiki dan meningkatkan keimanannya, namun kemudian 'terjebak' mengikuti suatu aliran yang menutup peluang dirinya mendapatkan banyak informasi yang lebih luas terhadap ajaran Islam. Muslim yang malang ini kemudian 'dicekoki' ajaran Islam hanya dari versi kelompok tersebut. 

Pemerintah wajib bertindak melindungi warga negara seperti ini. Bahkan di Amerika Serikat, sebagai suatu negara yang mengklaim dirinya sebagai penganut kebebasan paling utama di dunia, pemerintahnya tetap melakukan kontrol dan pengendalian terhadap keberadaan kelompok-kelompok keagamaan yang tertutup semacam ini. Kita masih ingat tragedi David Koresh, suatu kelompok Kristen dari Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang diserang oleh FBI di Waco, Texas 19 April 1993, dan menimbulkan korban tewas 76 orang anggota kelompok tersebut, termasuk wanita dan anak-anak.http://id .wikipedia.org/wiki/Ranting_DaudSoal isi ajaran dan pemahaman silahkan diperdebatkan dengan para ahlinya, namun gesekan-gesekan yang terjadi selama ini sedikit banyak merupakan akibat gesekan yang muncul dari umat Islam, karena perilaku yang tertutup dari jamaah dan masjid, serta sikap memposisikan diri sebagai 'Muslim kelas satu', meremehkan umat diluar kelompok sebagai 'Muslim kelas empat', tidak membuka diri terhadap pemahaman Islam yang lain, serta melakukan indoktrinasi terhadap pengikut-pengikutnya. 

Kebebasan beragama seharusnya juga diterapkan dalam mendidik pengikut suatu kelompok dengan memberikan kesempatan dan peluang yang seluas-luasnya untuk mendengarkan masukan dari pemahaman Islam yang lain. Buat Ahmadiyah dan LDII kita harus menyarankan :”Bukalah pintu masjid anda lebar-lebar.., undanglah ustadz NU, Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam) atau ulama tanpa aliran untuk memberikan ceramah dan pengajian disana, biarkan jamaah anda menerima masukan sebebas-bebasnya, dan biarkan mereka menentukan sendiri mana pemahaman ke-Islam-an yang sesuai dengan nurani mereka…”. 

Menurut saya itulah yang dinamakan kebebasan beragama… tidak membuka diri terhadap pemahaman Islam yang lain, serta melakukan indoktrinasi terhadap pengikut-pengikutnya. Kebebasan beragama seharusnya juga diterapkan dalam mendidik pengikut suatu kelompok dengan memberikan kesempatan dan peluang yang seluas-luasnya untuk mendengarkan masukan dari pemahaman Islam yang lain. 

Buat Ahmadiyah dan LDII kita harus menyarankan :”Bukalah pintu masjid anda lebar-lebar.., undanglah ustadz NU, Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam) atau ulama tanpa aliran untuk memberikan ceramah dan pengajian disana, biarkan jamaah anda menerima masukan sebebas-bebasnya, dan biarkan mereka menentukan sendiri mana pemahaman ke-Islam-an yang sesuai dengan nurani mereka…”. Menurut saya itulah yang dinamakan kebebasan beragama… 

tidak membuka diri terhadap pemahaman Islam yang lain, serta melakukan indoktrinasi terhadap pengikut-pengikutnya. Kebebasan beragama seharusnya juga diterapkan dalam mendidik pengikut suatu kelompok dengan memberikan kesempatan dan peluang yang seluas-luasnya untuk mendengarkan masukan dari pemahaman Islam yang lain. Buat Ahmadiyah dan LDII kita harus menyarankan :”Bukalah pintu masjid anda lebar-lebar.., undanglah ustadz NU, Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam) atau ulama tanpa aliran untuk memberikan ceramah dan pengajian disana, biarkan jamaah anda menerima masukan sebebas-bebasnya, dan biarkan mereka menentukan sendiri mana pemahaman ke-Islam-an yang sesuai dengan nurani mereka…”. Menurut saya itulah yang dinamakan kebebasan beragama… Kebebasan beragama seharusnya juga diterapkan dalam mendidik pengikut suatu kelompok dengan memberikan kesempatan dan peluang yang seluas-luasnya untuk mendengarkan masukan dari pemahaman Islam yang lain. 

Buat Ahmadiyah dan LDII kita harus menyarankan :”Bukalah pintu masjid anda lebar-lebar.., undanglah ustadz NU, Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam) atau ulama tanpa aliran untuk memberikan ceramah dan pengajian disana, biarkan jamaah anda menerima masukan sebebas-bebasnya, dan biarkan mereka menentukan sendiri mana pemahaman ke-Islam-an yang sesuai dengan nurani mereka…”. Menurut saya itulah yang dinamakan kebebasan beragama… Kebebasan beragama seharusnya juga diterapkan dalam mendidik pengikut suatu kelompok dengan memberikan kesempatan dan peluang yang seluas-luasnya untuk mendengarkan masukan dari pemahaman Islam yang lain. Buat Ahmadiyah dan LDII kita harus menyarankan :”Bukalah pintu masjid anda lebar-lebar.., undanglah ustadz NU, Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam) atau ulama tanpa aliran untuk memberikan ceramah dan pengajian disana, biarkan jamaah anda menerima masukan sebebas-bebasnya, dan biarkan mereka menentukan sendiri mana pemahaman ke-Islam-an yang sesuai dengan nurani mereka…”. Menurut saya itulah yang dinamakan kebebasan beragama… 

Buat Ahmadiyah dan LDII kita harus menyarankan :”Bukalah pintu masjid anda lebar-lebar.., undanglah ustadz NU, Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam) atau ulama tanpa aliran untuk memberikan ceramah dan pengajian disana, biarkan jamaah anda menerima masukan sebebas-bebasnya, dan biarkan mereka menentukan sendiri mana pemahaman ke-Islam-an yang sesuai dengan nurani mereka…”. Menurut saya itulah yang dinamakan kebebasan beragama… Buat Ahmadiyah dan LDII kita harus menyarankan :”Bukalah pintu masjid anda lebar-lebar.., undanglah ustadz NU, Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam) atau ulama tanpa aliran untuk memberikan ceramah dan pengajian disana, biarkan jamaah anda menerima masukan sebebas-bebasnya, dan biarkan mereka menentukan sendiri mana pemahaman ke-Islam-an yang sesuai dengan nurani mereka…”. Menurut saya itulah yang dinamakan kebebasan beragama…

Posting Komentar untuk "Aliran Sesat dan Kebebasan Beragama"