Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjawab Adzan Menurut Mazhab Syafi'i Hukumnya?

menjawab adzan
Hukum menjawab adzan menurut mazhab syafi'i


Adzan adalah bentuk panggilan & pengingat saat shalat bagi umat Muslim. Saat adzan berkumandang, disunnahkan buat berhenti sejenak berdasarkan segala aktivitas buat menyimak & menjawabnya. Namun, mengenai aturan menjawab adzan sendiri masih ada disparitas pendapat antar beberapa ulama.

Menjawab adzan termasuk suatu amalan istimewa yg gampang & ringan dilakukan. Amalan ini bertujuan buat memperoleh syafaat Rasulullah SAW. Ini dijelaskan pada sebuah hadist yg dikutip berdasarkan buku Diabaikan Allah Dibenci Rasulullah sang Rizem Aizid.

Rasulullah SAW bersabda, “Jika engkau sekalian mendengar suara muadzin, maka ucapkanlah apa yang di ucapkan muadzin, lalu bacalah sholawat kepadaku. Barang siapa membaca sholawat untukku satu kali, maka Allah membalasnya dgn sepuluh sholawat. Lalu mintakanlah pada Allah wasilah untukku. Barang siapa memintakan wasilah untukku maka beliau menerima syafaatku.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, & Ahmad).

Dari hadist pada atas, telah jelas bahwa menjawab adzan termasuk amalan yg mendatangkan syafaat Rasulullah. Lalu bagaimana aturan menjawab adzan?

Imam Syafi'i menyebut bahwa aturan mengumandangkan adzan merupakan sunnah muakkad atau dikuatkan. Mazhab ini turut mengulas tentang aturan menjawab adzan bagi orang yg mendengarkannya.

Disebutkan pada Al-Fiqh 'ala al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah, secara kata adzan ialah menginformasikan (memberitahukan) mengenai saat-saat shalat dgn istilah-istilah tertentu. Adzan pertama kali disyariatkan dari tahun pertama Hijrah Nabi ke Madinah.

Hukum Menjawab Adzan

Wawan Shofwan Shalehuddin pada Ensiklopedia Ibadah Jumat menjelaskan, menjawab adzan maksudnya mengucapkan istilah-istilah yg dikumandangkan muazin, kecuali dalam lafaz-lafaz tertentu.

Sebagaimana disebutkan pada sebuah hadits yg dari berdasarkan Abu Said Al-Khudri yg menyampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Jika kalian mendengar seruan azan, ucapkanlah misalnya apa yg diucapkan muadzin." (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, & lainnya)

Mengutip kitab Dialog Lintas Mazhab: Fiqh Ibadah & Muamalah karya Asmaji Muchtar, aturan menjawab adzan merupakan sunnah bagi orang yg mendengarnya, walaupun sedang pada keadaan junub, haid, atau nifas. Pendapat ini disepakati seluruh mazhab, termasuk Syafi'i.

Namun, mazhab Hanafi menyampaikan, perempuan yg haid & nifas tdk disunnahkan menjawab adzan, sedangkan Hambali berpendapat adzan sunnah dijawab orang yg belum melakukan shalat, bila sudah melakukannya maka kesunnahan ini tdk berlaku baginya.

Disebutkan pada Taudhihul Adillah karya Muhammad Syafi'i Hadzami, jika sedang buang hajat, aturan menjawab adzan sebagai makruh. Pendapat ini bersandar dalam penerangan Ulama Syafi'iyah, Imam an-Nawawi, pada Kitab Al Adzkar yg menyebut, berbicara & berzikir sementara waktu pada keadaan buang air hukumnya makruh.

Cara Menjawab Adzan

Disebutkan pada Kitab Fiqhu al-Madzahib al-Arba'ah al-Juz' al-Awwal, Kitab ash-Shalah karangan Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri, disunnahkan menjawab azan misalnya yg diucapkan sang muadzin, kecuali dalam kalimat hayya ala ash-shalaah & hayya ala al-falaah yg jawabannya berbunyi laa haula wala quwwata illa billaah.

Hal ini turut disebutkan pada Shahih Bukhari. Disebutkan, Yahya menyampaikan menceritakan hadits Nabi, "Ketika dikumandangkan hayya ala ash-shalaah, beliau mengucapkan laa haula walaa quwwata illaa billah."

Kemudian, dalam adzan subuh, waktu muazin mengucapkan ash-shalaatu khairun minan-naum, maka bisa menjawab adzan menggunakan lafaz shadaqta wa bararta.


Tags : #Adzan #Mazhab Syafi'i #Menjawab Adzan #Jawab Adzan #Panggilan Shalat #Cara Menjawab Adzan #Muadzin #Adzan Berkumandang #Kumandang Adzan #Pahala Adzan #Bacaan Adzan #Cara Menjawab Adzan #Hukum Menjawab Adzan

Posting Komentar untuk "Menjawab Adzan Menurut Mazhab Syafi'i Hukumnya?"